Minggu, 04 Januari 2009

Mengapa orang dalam beberapa tradisi Buddhis makan daging, sementara yang lain vegetarian?

Mengapa orang dalam beberapa tradisi Buddhis makan daging, sementara yang lain vegetarian?

Awalnya, mungkin agak membingungkan bahwa Theravada makan daging, Mahayana Cina tidak, dan orang Tibet, yang berlatih Vajrayana, juga makan daging.


Perbedaan dalam praktik ini tergantung dari penekanan yang berbeda dari masing-masing tradisi: penekanan pada ajaran Theravada adalah mengurangi kemelekatan pada objek-objek indera dan menghentikan batin yang mendiskriminasi dengan berkata, "Saya suka yang ini bukan yang itu."


Dengan demikian ketika bhikkhu melakukan pindapata, mereka menerima dan berterima kasih atas apapun yang diberikan, apakah itu daging atau bukan. Ini tidak saja melukai perasaan para dermawan tetapi juga merusak praktik kebhikkhuan untuk melepaskan diri dari kemelekatan, jika ia berkata, "Saya tidak makan daging, jadi tolong berikan lagi sayuran lezat itu." Namun, hanya daging yang berasal dari hewan dimana bhikkhu itu tidak memerintahkan untuk dipotong, tidak melihat, mendengar, atau menduga bahwa hewan dipotong untuknya, ia diizinkan untuk memakannya.


Bagaimanapun, adalah bijaksana bagi orang yang melakukan persembahan untuk mengingat bahwa dasar utama ajaran Sang Buddha adalah tidak menyakiti mahluk lain, dan memilih apa yang akan mereka persembahkan.


Dengan dasar melepaskan diri dari kemelekatan, welas asih pada mahluk lain ditekankan, khususnya dalam tradisi Mahayana. Jadi, untuk praktisi dianjurkan untuk tidak makan daging untuk menghindari rasa sakit yang dialami oleh mahluk lain dan mencegah tukang daging melakukan perbuatan negatif.


Juga, karena getaran yang timbul dari daging, akan mengganggu praktisi awam untuk mengembangkan welas asih yang lebih luas. Oleh karena itu, vegetarianisme dianjurkan.


Jalan Tantra atau Vajrayana memiliki empat kelas. Di kelas bawah, kebersihan dan kesucian eksternal ditekankan sebagai teknik bagi praktisi untuk membangkitkan kesucian batin. Oleh karena itu, praktisi pada tingkat itu tidak makan daging, yang dianggap tidak suci.


Di sisi lain, pada tingkat yoga tantra tertinggi, dengan dasar ketidakmelekatan dan welas asih, praktisi yang berkualitas bermeditasi pada sistem syaraf halus, dan untuk itu, elemen-elemen tubuh harus sangat kuat. Jadi, daging direkomendasikan bagi orang ini. Kelas tantra ini menekankan pada transformasi objek-objek biasa melalui meditasi pada kekosongan. Praktisi ini, dengan kebajikan pada meditasi yang mendalam, tidak makan daging dengan rakus untuk kesenangannya sendiri.


Di Tibet, ada faktor tambahan untuk dipertimbangkan, oleh karena ketinggian tempat dan cuaca yang tidak bersahabat, hanya sedikit yang bisa dimakan di samping gandum, produk susu, dan daging.


Untuk hidup, orang perlu makan daging. Yang Mulia Dalai Lama mendorong orang Tibet di pengasingan, yang hidup di negeri di mana banyak sayuran dan buah, menahan diri untuk makan daging bila mungkin. Juga bila praktisi memiliki masalah berat dengan kesehatannya bila tidak makan daging, maka guru dapat mengizinkannya memakan daging.


Jadi, masing-masing harus memeriksa tingkatan praktik dan kebutuhan tubuh dan makan semestinya.


Kenyataan bahwa ada sejumlah cara dalam doktrin Buddhis membuktikan kemampuan Sang Buddha dalam membimbing umat sesuai watak dan kebutuhan mereka. Sangat penting untuk tidak berat sebelah dan sektarian, tetapi menaruh hormat pada semua tradisi dan praktisinya.

Dikutip dari http://www.mahavihara-mojopahit.or.id/mbmb.php#intisari5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar